Ipuh: Bisa Getah Sumpit yang Mematikan

ipuh, bisa, alat berburu, Dayak

 

Pantangan-pantangan Berdarmawisata di Kalimantan

Masri Sareb Putra

Penulis senior, Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia

bisa nyau baka ipuh tajam nyau baka laja
sigi nemu ngeruntuh ke ati sida ke dara….
–Yessica Timah dalam “Aya Berantu”

Demikian syair lagu yang dilantunkan penyanyi etnik Iban warga Malaysia, yang melankolis itu. Intinya: mendeskripsikan, betapa berbisanya getah ipuh.

Getah ipuh sangat berbisa. Bisa mematikan binatang buruan. Namun, herannya, binatang yang modar kena bisa ipuh, jika dimakan manusia, tidak apa-apa.

Akan tetapi pula, dalam racikan dan dosis tertentu, racun ipuh juga bisa mematikan manusia. Itulah tacit knowledge manusia Dayak zaman baheula.Pengetahuan diam, yang belum dinarasikan dalam olah kata-kata tertulis entah dalam buku entah dalam Web seperti ini. Jadi, masih perlu terus digali dan diperkaya dengan wawancara serta diperlengkapi dengan inter-teks. Namun, yang pasti, studi awal harus ada tesis terlebih dahulu. Seperti tulisan singkat lagi sederhana ini.

Seperti apa jenis kayu yang getahnya beracun bahan sumpit orang Dayak?

Tenggelam dalam footnotes, buku-buku, referensi, serta tacit knowledge orang Dayak zaman baheula, telah jadi habit saya sejak 30 tahun lalu. Tidak keluar rumah seharian itu biasa, dan 3 hari baru keluar halaman.

Minggu-minggu belakangan ini, saya gunakan untuk semakin mendalami tacit knowledge. Tidur cukup 6 jam (meski orang hebat seperti Thatcer hanya 3 jam) agar jadi manusia produktif.

Saya mengumpulkan seputar senjata beracun ipuh ini. Anehnya, hewan buruan mati, tapi manusia yang makan hewan itu tidak apa-apa. Mata sumpit hanya untuk melukai saja, agar racun ipuh dapat masuk ke dalam tubuh lewat aliran darah, racun ipuh ini yang mematikan. Dalam hidup sebagai orang Dayak, saya pernah turut mengambil racun ipuh ini, sehingga cukup mafhum.

Cara mengambil getahnya? Tidak boleh langsung ke pohon, bisa pingsan. Runcingkan bambu. Lobangi. Tikam batangnya! Jangan terlalu atas, jangan pula terlalu bawah. Sedang-sedang saja. Setelah nancap, maka getah ipuh akan mengalir. Tampung (dalam buluh bambu), lalu diolah. Kadang hewan atau tanaman yang kena getahnya dapat modar.

***

Dalam novel-sejarah Iban, Keling Kumang, saya gambarkan sekilat, demikian:
Racun dari lateks ipuh, yang dicampur dengan macam-macam ramuan, menjadi toxic mematikan jika masuk ke dalam darah (manusia) dan binatang buruan, tapi tidak pada ayam. Anehnya, jika ditelan tidak masalah, namun jika masuk melalui darah ke badan, baru menyebar dan berbahaya.

Apa racikan getah ipuh? Tanaman khas Borneo dengan nama ipoh, upas, atau latinnya: antiaris toxicaria ini termasuk tacit knowledge manusia Dayak.

Racun ipuh ini akan digunakan oleh Entolang Cuka dalam konspirasinya dengan Asam Kandis dalam upaya membunuh Ayor Menyarung. Ini visualisasi pohon ipuh yang untuk mengambil getah racunnya ada teknik tersendiri dan bagaimana orang Dayak menjadikannya racun di anak mata sumpit.

Anehnya, moyang dayak yang menggunakannya untuk nyumpit binatang buruan, memakan binatang yang kena sumpit tidak mati, atau menjadi kena racun.

Sehubungan dengan itu, ada pepatah Iban: bisa nyau baka ipuh, tajam nyau baka laja!

Apa “laja”?

Laja adalah ujung tusukan paling tajam dari belantik. Ia alat panangkap hewan besar di hutan yang mematikan.

***

LihatTutupKomentar
Cancel