Literasi di SD Bukit Pengharapan, Perbatasan Kalbar - Sarawak

Literasi Bumi Menulis, SD Bukit Pengharapan

 

Literasi di SD Bukit Pengharapan.

Teks dan gambar: Tina Lie. Kontributor BorderNEWs
Setelah SMP Bukit Pengharapan, SD Bukit Pengharapan pun tak mau kalah berpartisipasi untuk mengadakan kegiatan menulis. Saya sebut mereka “Kecil-kecil cabe rawit”. Alasannya bukan karena mereka seperti cabai, namun tidak disangka-sangka mereka ternyata punya potensi dalam menulis.

Singkatnya, kepala sekolah SD Bukit Pengharapan yang saya kenal Beliau Pak Ali ingin anak-anaknya mendapatkan seminar dari Bumi Menulis, tujuannya untuk mengenalkan dunia literasi khusus menulis ke anak sekolahnya.  Namun, syarat adanya kelas di Bumi Menulis harus bisa menerbitkan minimal satu buku antologi setelah kelas berlangsung.

Tapi, kepala sekolah SD BP sedikit ragu dengan syarat yang saya minta. Beliau meminta kalau hanya sekedar kelas menulis saja, tidak menerbitkan buku antologi.

Setelah selesai Pramuka kira-kira pukul 12 siang, anak-anak sudah berkumpul di Aula. Saya yang baru sampai di lingkungan sekolah melihat dari kejauhan tidak menyangka, ternyata siswa yang hadir banyak sekali, kira-kira 40-an siswa. Antusias mereka sangat membuat saya terharu. Ternyata, masih ada yang peduli dengan dunia tulis menulis terlebih di daerah macam ini.

Kegiatan ini dimulai dengan sambutan oleh salah satu guru dan dilanjutkan dengan materi kepenulisan yang diberikan oleh kak Elisa yang berprofesi sebagai guru dan juga penulis serta volunteer di Bumi Menulis. Kak Elisa membagikan ciri dan cara dalam dunia kepenulisan. Lalu dilanjutkan oleh saya, yang membagikan tentang profesi menulis dan penerbitan buku.

Saya selalu senang saat membawakan presentasi dengan lebih banyak berdiskusi. Satu-satu saya tanyakan ke siswa apakah mereka sudah pernah menulis. Terlihat dari raut wajah siswa mereka ragu untuk menjawab. Lalu, saya ceritakan tentang buku yang pernah mereka baca, jawabannya hampir semua mereka pernah menghabiskan membaca satu buku.

Pikir saya, jika sudah pernah menghabiskan membaca satu buku, biasanya orang akan menulis. Dan, benar saja. Satu per satu saya tanya kembali siswa-siswa itu, dengan malu-malu mereka mulai memberanikan diri mengatakan bahwa mereka punya tulisan sendiri. Naskah cerpen.

Hampir semua siswa punya naskah cerpen sendiri. Mendengar itu, kepala sekolah, Pak Ali pun tidak menyangka bahwa siswanya ternyata hebat-hebat semua. Punya tulisan sendiri. Saya kagum mendengar para siswa itu menceritakan isi cerpen yang ditulisnya.

Kegiatan ini diikuti oleh dua sekolah, yaitu SDK Bukit Pengharapan dan MIS Al Wardah Balai Karangan yang didampingi oleh guru sekolah masing-masing.

Kelas menulis yang berjudul “Menulis sejak dini agar hidup dapat Mandiri” bertujuan agar anak-anak sejak masih di bangku sekolah dasar bisa menulis dan kiranya dapat menjadi skill untuk mereka saat menginjak dewasa. Dan, harapannya dengan judul itu anak-anak bisa menjadikan menulis sebagai salah satu jalan untuk mencari nafkah.

Kegiatan diakhiri dengan siswa menulis cerpen lalu akan diterbitkan sebagai buku antologi dan sebagai syarat kelas menulis Bumi Menulis harus menerbitkan buku.

Saya sangat bersyukur, di daerah perbatasan ini ternyata banyak anak-anak yang menyukai tulis-menulis. Saya harap, anak perbatasan semua bisa menulis dan menerbitkan buku entah besok, lusa atau pun tahun-tahun yang akan datang. 

Para mentor literasi di perbatasan itu.

Terlebih, saya berterima kasih kepada Kepala Sekolah SD Bukit Pengharapan yang punya ide luar biasa kepada siswanya, dan MIS Al Wardah yang juga bisa melihat potensi siswanya sehingga ikut bergabung dengan kelas menulis ini.

Saya harap, dengan adanya Bumi Menulis bisa menjadi wadah untuk sekolah-sekolah yang ingin siswanya mengembangkan potensi menulis, terutama di daerah perbatasan. *)

LihatTutupKomentar
Cancel