Krayan: Perbatasan Dataran Tinggi Borneo, Asam di Gunung Garam di Gunung

Garam Gunung di dataran tinggi Borneo. Tepatnya di wilayah Kecamatan Krayan Tengah, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.

Garam. Dalam kehidupan sehari-hari, kita mafhum sekali fungsinya. Membuat sayur dan aneka masakan jadi sedap.Tanpa garam, serasa ada yang kurang. Maka muncul peribahasa, "Bagai sayur tanpa garam". 

Di tempat lain ada yang berkata. "Kamu adalah garam dunia. Jika garammu menjadi tawar, apakah gunanya? Maka ia dibuang di jalan. Dan diinjak-injak orang!"

Di Krayan, Kalimantan Utara. Pepatah petitih lama, "Garam di laut asam di gunung bertemu di belanga" tidak berlaku.

Mengapa demikian? Sebab di gunung pun ada garam. Di mana-mana, alam menyediakan segala keperluan manusia. Di mana pun, segalanya ada, dan tersedia. Alam Borneo sungguh kaya. Ia kulkas alami bagi yang dapat menyelami kehendak dan sifat-sifat alam semesta.

Dalam dunia akademik, atau keilmuan pada umumnya, ada dalil: Sebelum hal baru, atau dalil baru ditemukan, yang meruntuhkan temuan sebelumnya, maka sejauh itu pula dalil tersebut dianggap sebagai benar.

Kami, tim Literasi Batu Ruyud Writing Camp 2022 di muka sumber garam gunung di Batu Ruyud, Krayan Tengah bersama sang pemangku lokus: Dr. Yansen TP, M.Si.


Selama ini, jadi hampir seabad lamanya, kita yakin benar akan peribahasa ini, "Garam di laut asam di gunung bertemu di belanga."

Jika membuka-buka buku kamus peribahasa, artinya: Laki-laki dan wanita yang sudah berjodoh akan bertemu juga akhirnya (Chaniago dan Pratama, dalam "37.000 Peribahasa Indonesia, 1998: 31).

Garam ini punya kelebihan dibanding yang lain.Sayur-mayur yang digarami garam gunung ini, tetap hijau. Warna alami yang pasti mengundang selera makan. Tidak terlalu asin, sedang-sedang saja.

Kira-kira lima tahun belakangan ini, di pulau Kalimantan, tepatnya di bumi Krayan, Kalimantan Utara, makin dikenal garam gunung. Sebelumnya, ditemukan deposit "garam gunung". Tidak perlu dijelaskan proses penemuan, berikut cara mengolah, dan produksinya. Pembaca bisa saksikan lewat foto ilustrasi ini.

Diolah, sedemikian rupa, kemasannya mirip dengan bungkusan gula aren. Mencerminkan garam itu khas hasil bumi Kalimantan, "made in Krayan".

Cita rasanya memang berbeda dengan garam biasa, lagi pula dari sisi hygenis, ini garam terbukti sangat baik bagi kesehatan. Terutama karena tidak terlalu asin, sehingga bisa dikonsumsi pengidap hipertensi juga.

Garam ini punya kelebihan dibanding yang lain.Sayur-mayur yang digarami garam gunung ini, tetap hijau. Warna alami yang pasti mengundang selera makan. Tidak terlalu asin, sedang-sedang saja.

Kini garam gunung di Krayan telah merambah ke mana saja, termasuk tanah Jawa. Belum sempat dicek, apakah sudah sampai Madura? Jika orang bepergian, atau rekreasi, atau dinas, ke Malinau, biasanya garam ini salah satu oleh-olehnya. Kerap pula garam gunung ini disebut: garam dayak.

Jika nanti produksi garam gunung "made in Krayan" ini dikonsumsi secara luas, bukan hanya di Krayan dan sekitarnya dan Malinau saja, melainkan juga di seantero Kalimantan, bahkan Indonesia, maka wajib diubah peribahasa menjadi begini: "Garam di gunung, asam di gunung....

Tapi agaknya mulai saat ini, setidaknya di Krayan, perbahasa lama sudah mulai bisa ditinggalkan karena terbukti usang. Penemuan baru meruntuhkan dalil lama!

Perihal makna peribahasa itu, yang menulis kisah ini pun, masih mencari-cari. Mungkin saja artinya: Bumi Kalimantan kaya, serbaada! Pulau yang dicipta Tuhan sambil tersenyum. Dia memberi semua yang dibutuhkan secara berkelimpahan. Hanya saja, masih banyak karunia-Nya belum digali dan ditemukan.

Di balik mitos, lazimnya ada esensi, atau hakikat. Kisah penemuan garam gunung Krayan ini, nanti akan saya kisahkan sendiri. Itu terjadi di Fe' Kuyul, sungai Kuyul, di Krayan. Penemuannya unik. Dr. Yansen TP, telah sedikit menyinggungnya di buku Kaltara Rumah Kita (2020: 6).

Mitos mengenai sumber air garam, rupan, dan bagaimana mengolahnya menjelaskan fenomena. Mitos cara orang tua dahulu menerangkan peristiwa.

Jangan pernah remehkan manusia sebelum kita. Tidak ada ilmu yang tiba-tiba. Nihil novi sub sole. There is no new under the sun. Tidak ada hal baru di bawah matahari. Ilmu pengetahuan yang sekarang ini, dikembangkan dari masa lalu.

Bagaimana kisah orang tua menemukan sumber garam, lalu mengolahnya seperti saat ini, dapat dibaca dalam buku karya Dr. Yansen TP dan Masri Sareb Putra (Penerbit Lembaga Literasi Dayak, 2022: 261-264).

Sumur garam gunung di Kecamatan Krayan Tengah, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Wilayah perbatasan kaya dengan sumber daya alam (SDA), namun perlu tetap dijaga lestari warisan leluhur ini, jangan sampai musnah.



Dari seekor burung jatuh yang terkena sumpit ke kubangan sumber air garam (rupan), kemudian terasa burung itu lezat ketika dimasak, lalu tahu bahwa yang membuat lezat adalah air tempat jatuhnya burung. Air kemudian ditampung dalam buluh bambu. Ketika rumah terbakar, air habis, mengental jadi butir-butir garam.

Sedemikian rupa, sehingga penduduk pun jadi mafhum: Begitulah proses panjang membuat garam alami. Segala sesuatu, kadang, terjadi lewat peristiwa, yang tidak sengaja.

Jadi, jangan pernah remehkan manusia sebelum kita. Tidak ada ilmu yang tiba-tiba. Nihil novi sub sole. There is no new under the sun. Tidak ada hal baru di bawah matahari. Ilmu pengetahuan yang sekarang ini, dikembangkan dari masa lalu.

Tapi kembali ke laptop, ke topik. Di Krayan, tidak berlaku pepatah petitih ini, "Garam di laut asam di gunung bertemu di belanga". Sebab, di gunung pun ada garam.*)

LihatTutupKomentar
Cancel