Lada Malaysia Berjaya!

Lada Malaysia Berjaya!
Lada Malaysia Berjaya.

Malaysia boleh berbangga mempunyai Lembaga Lada Malaysia (Kementerian Perusahaan Perladangan dan Komoditi). Bukan hanya sebatas ada, melainkan peduli pada nasib petani. Bahkan berpihak dan memperjuangkannya dengan sungguh.

Jika kita melakukan kunjungan muhibah. Sepanjang jalan Tebedu-Kuching, kita dapat amati perkebunan lada di Malaysia. Sejatinya, punya kita di negara sebelah jauh lebih meyakinkan: tunjar dari kayu keras (tebelian dan temosu), besar, di Malaysia kecil-kecil.
 
Perkara tajar hidup pun, para petani Malaysia (hanya) menggunakan simpur --tanaman yang di kampungku dianggap liar dan hanya merusak. Sementara kami menggunakan tajar yang lebih bergengsi, seperti: kayu paji, kelor, dan beberapa gamal (ganyang alang-alang).

Lalu di mana Malaysia hebat?
Pada Pemerintahannya yang peduli dan berpihak pada rakyat. Lembaga Lada Malaysia sungguh berfungsi. Pupuk yang terbaik, kerja sama dengan Jerman, Jambatan dan kepala ayam.
 
Lada Malaysia Berjaya
Lada Malaysia berjaya.

Ki
ta merasa heran. Di negeri kita, banyak institut pertanian dan teknologi pertanian. Namun, mengapa "kalah" dibanding negeri tetangga.
Soal riset? Jangan ditanya!

Kita dapat mencatat tentang lada hal yang berikut ini:
1952-1953: Pusat riset lada pertama didirikan di Panniyur, India.
1955: Riset lada didirikan di Sarawak, Malaysia
1972: International Pepper Community (Komunitas Lada Internasional) didirikan. Jakarta terpilih menjadi markas besarnya. 

Seribu sayang, lembaga lada yang didirikan di Jakarta ini jangankan kiprah. Nyaris tak terdengar ada lembaga ini.

Sebaliknya, Lembaga Lada Malaysia lebih tersohor dan betul-betul berfungsi, dalam segala hal. Termasuk melindungi petani dan menjamin stabilitas harga.

Dalam gambar, kita melihat penampakan perkebunan lada di Sarawak, Malaysia. Yang berbaris rapi sepanjang kiri dan kanan jalan Tebedu-Kuching

Sesungguhnya, dilihat dari aspek kontur dan jenis tanah, sama sama antara Sarawak dan Pontianak, Palangka Raya, Samarinda, dan Tanjung Selor. Sama-sama tanah Borneo. Sangat cocok untuk tanaman lada, sebab memang memenuhi syarat bagi pertumbuhan tanaman rempah itu. Tanah merah podzolig, tanah hitam gembur, serta daerah sekitar di kaki bukit yang terdapat banyak batunya; lada sangat suka. Bahkan di beberapa tempat di perbatasan dengan Sarawak, di kecamatan Jangkang, Kabupaten Sanggau, di kaki bukit; lada tumbuh amat suburnya dengan suplaI pupuk yang minim.

Malaysia jika tidak memanjakan, maka sangat mensupport petani lada dengan pupuk the best.

Hanya saja, Malaysia dimanjakan Negara. Misalnya saja, selain bantuan nyata pada tata niaga, subsidi pupuk dari negara, petani lada Malaysia juga dimanjakan dengan ketersediaan pupuk. Bahkan, Malaysia bekerja sama dengan Jerman di dalam mengadakan pupuk terbaik untuk lada, merek Kepala Ayam dan Jambatan.

Ini spesial pupuk lada di Malaysia. Dahulu masih bisa masuk ke perbatasan lewat pos lintas batas (PLB) Tebedu-Entekong. Kini sudah tidak dapat lagi. Banyak kejahatan selain pertukaran kebaikan seperti yang terjadi di perbatasan, menghambat kemajuan para petani di Indonesia dapat mencicipi kejayaan harga lada yang relatif bertahan dari tahun ke tahun. Kini harga lada putih a rp 80.000/kg, sedangkan lada hitam separuhnya.

Campur tangan negara untuk kebaikan dan kemajuan warga, wajib adanya. Tidak usah belajar jauh, dari negeri Cina. Kebaikan dan kearifan mengelola negara serta berpihak pada warga, belajar dari tetangga saja. Dalam hal ini, kita teringat bagaimana terseoknya komoditas sawit akibat salah-kelola. Sebaliknya, Malaysia menikmatinya. Meski dilihat dari luasan lahan dan jumlah produksi, mereka tertinggal jauh dari kita.

Kita mengelola yang berlimpah saja belum bisa. Apalagi mengelola yang langka.

Ayo belajar dari Malaysia, dalam hal mengelola lada!
LihatTutupKomentar
Cancel