Budaya Sungai Penduduk Asli Kalimantan Selayang Pandang

sungai, budaya, Krayan, Kalimantan Utara

Dayak sebagai penduduk asli Borneo (Kalimantan) pada umumnya tidak memiliki budaya sungai. Atau peradaban mereka tidak terpusat di pesisir, tepi sealir sungai. Ini kondisi pada umumnya. Namun ternyata, ada satu klan/ komunitas di Krayan, Dataran Tinggi Borneo, yang memiliki budaya sungai. Yakni orang Lundayeh.

Apabila membuka-buka lembaran sejarah. Menjadi mafhumlah kita bahwa kata dan istilah “Dayak” identik ngan orang atau suatu kaum yang bermukim dan tinggal di hulu sungai, di daratan, bukan manusia penghuni suatu sungai.

Istilah “Dayak” diperkenalkan kepada bangsa Kolonial (Belanda) dan bangsa barat yang pada saat itu lebih berbudaya literasi pada tahun 1757. Hal itu seperti dicatat dalam monograf tentang Banjarmasin oleh J.A. Hogendorf untuk menyebut penduduk asli dengan “binnenland” sebagai lawan dari pendatang.

Kemudian, disebutlah penduduk asli bumi Borneo sebagai: binnenlander, mengacu ke orang hulu, manusia yang tinggal di daratan bukan pesisir, orang udik. Itulah citarasa Dayak pada sense awal mula, suatu askripsi, suatu labeling yang mengarah ke pemilahan penduduk berdasarkan pemukiman dan tempat tinggal.

Sebelum tahun 1992, banyak variasi menyebut penduduk asli bumi Borneo tersebut. Muncul dalam berbagai variasi: Dyak, Daya, Daya’, Dayak, Dayaker, dan sebagainya. Tahun 1992, di Pontianak, dalam seminar internasional baru disepakati menulis “Dayak”. Sumber primernya sendiri yang menohok langsung menyebut “Dayak”, sebenarnya dari karya Jan B. Ave dan V.T. King berjudul Borneo: Oerwoud in ondergang culturen op drift (1986, halaman 10) yang berikut ini:
“Naar ons weten was het woord ‘Dayak’ reeds in 1757 aan Nederlanders bekend, getuige het voorkomen van die term in de beschrijving van Banjarmasin door J.A. Hogendorf. Het woord betekent ‘binnenland”.

Jadi, terminologi “Dayak” diperkenalkan kepada orang Kolonial (Belanda) pada 1757. Artinya, seperti dicatat dalam monograf tentang Banjarmasin oleh J.A. Hogendorf “binnenland”, penduduk asli, sebagai lawan dari pendatang.

Kemudian, disebutlah penduduk asli Borneo itu sebagai: binnenlander, mengacu ke pewaris sah suatu negeri, tanah tumpah darah, orang hulu, tinggal di daratan bukan pesisir, orang udik.

Dari catatan-catatn sejarah, kita mengetahui bahwa Dayak pada umumnya tidak memiliki budaya sungai. Suku bangsa di Nusantara yang dikenal memiliki budaya sungai adalah Bugis, Bajo, Biak, Bawean, dan Madura.

Toh demikian ternyata ada satu suku bangsa Dayak yang memiliki budaya sungai, yakni manusia Krayan.Komunitas ini boleh dikatakan "tidak dimasuki budaya asing" oleh karena bentuk geografi dan kondisi alamnya.

Hingga kini pun boleh dikatakan penduduk penghuni sungai Krayan masih homogen. Mereka inilah yang selain berladang, juga bersawah. Serta memiliki tradisi/ budaya sungai.

Jadi, tidak benar menggenralisasikan bahwa Dayak adalah orang udik. Atau orang yang tinggal di daratan. 

LihatTutupKomentar
Cancel